Sabtu, 24 Mei 2008

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

JENNY MARLINDAWANI PURBA, SKp.

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN



1. Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit

kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan.

Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya

dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk

dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan

pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana.

Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara

sederhana.

Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya

ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”

2. Perbendaharaan Kata

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan

kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan

kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan

tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan

pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk,

sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika

dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

3. Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,

sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat

dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati

kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan

keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat

harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan,

terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

4. Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan

komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok

pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang

menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara

dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk

menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk

mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan

denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya,

menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat

juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau

terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

5. Waktu dan relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang

menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun

pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat

menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus

peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi

verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat

dan kebutuhan klien.

© 2003 Digitized by USU digital library 3

6. Humor

Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan

rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat

dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988)

melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang

menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,

mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor

untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya

untuk berkomunikasi dengan klien.

B. KOMUNIKASI NON-VERBAL

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata.

Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada

orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan

klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat

non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu

kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

Komunikasi non-verbal teramati pada:

1. Metakomunikasi

Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara

pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar

terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di

dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap

pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.

2. Penampilan Personal

Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan

selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4

menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang

berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993).

Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial,

pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan

penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif.

Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan

keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana

seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya

mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat

untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra

klien.

3. Intonasi (Nada Suara)

Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang

dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada

suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan

klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien

dapat terhalangi oleh nada suara perawat.

4. Ekspresi wajah

Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak

melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi

wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat

© 2003 Digitized by USU digital library 4

interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang

yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai

orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang

baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara

dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat

tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan

sejajar.

5. Sikap tubuh dan langkah

Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan

fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati

sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti

rasa sakit, obat, atau fraktur.

6. Sentuhan

Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.

Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun

harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan,

perawat menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan

fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit

membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal

sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan

Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat

ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan

dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan

kepekaan dan hati-hati.

2. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas

sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain

untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari

(1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat

bersikap tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang

memntingkan dirinya sendiri.

Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa

“human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan

menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti

dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk

meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang

diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku

menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian

dari kepribadian.

3. TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik

berkomunikasi yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama

penggunaan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson &

Kneisl (1920), yaitu:

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat

perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh

perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal

© 2003 Digitized by USU digital library 5

yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian

adalah dengan:

a. Pandang klien ketika sedang bicara

b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk

mendengarkan.

c. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki

atau tangan.

d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.

e. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan

umpan balik.

f. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

2. Menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk

mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu

saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat

sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan

tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan

tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan

kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang

a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.

b. Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.

c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.

d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba

untuk mengubah pikiran klien.

Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti

apa yang anda ucapkan.” (cocok 1987)

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik

mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang

dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama

pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.

4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.

Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik

sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan

komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan

metode ono, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai

arti yang berbeda.

Contoh: - K : “saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”

- P : “ Saudara mengalami kesulitan untuk tidur….”

5. Klarifikasi

Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan

untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat

penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai

dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah

dimengerti klien.

Contoh: - “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”

- “ Apa yang katakan tadi adalah…….”

© 2003 Digitized by USU digital library 6

6. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga

lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan

klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan

berlanjut tanpa informasi yang baru.

Contoh: “ Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi ”.

7. Menyampaikan hasil observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil

pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.

Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien.

Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi

lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.

Contoh: - “ Anda tampak cemas”.

- “ Apakah anda merasa tidak tenang apabila anda……”

8. Menawarkan informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien

terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan

kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap

perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu

mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada

klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat

keputusan.

9. Diam

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir

pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan

waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam

memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri,

mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam memungkinkan klien

untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan

memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil

keputusan .

10. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara

singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas

sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan

membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga

dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.

Contoh: - “Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan…”

11. Memberikan penghargaan

Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran

tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya

yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.

Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata

jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi

mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula

dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”.

Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat

dapat mengatakan demikian.”

© 2003 Digitized by USU digital library 7

Contoh: - “Selamat pagi Ibu Sri.” Atau “Assalmualaikum”

- “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut ibu”.

Dalam ajaran Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlah

terpuji, karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah

SWT. Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan

bersikap ramah dan akrab.

12. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain

atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat

hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus

dilakukan tanpa pamrih.

Contoh: - “Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman”

13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik

pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang

perannanya dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk

mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka

pembicaraan.

Contoh: - “ Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”

- “ Apakah yang sedang saudara pikirkan?”

- “ Darimana anda ingin mulai pembicaraan ini?”

14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan

yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang

dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat

lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan

Contoh: - “…..teruskan…..!”

- “…..dan kemudian….?

- “ Ceritakan kepada saya tentang itu….”

15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk

melihatnya dalam suatu perspektif.

Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien

untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara

teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya

sebagai akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat menentukan pola

kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang

memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.

Contoh: - “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya”.

- “Kapan kejadian tersebut terjadi”.

16. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala

sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk

menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya,

perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.

Contoh: - “Carikan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan

dioperasi”

- “Apa yang sedang terjadi”.

© 2003 Digitized by USU digital library 8

17. Refleksi

“Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan

perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang

harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab:

“Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian

perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien

mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir

bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan

sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.

Contoh: K: “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”

P: “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”

K: “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa

tidak menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara

dengannya.

P: “Ini menyebabkan anda marah”.

Dimensi tindakan

Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis

emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Dimensi ini harus

diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang

dibentuk oleh dimensi responsif.

1. Konfrontasi

Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang

bermanfaatn untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh

Stuart dan Sundeen, 1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi

yaitu:

a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan

ideal diri (cita-cita/keinginan klien)

b. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien

c. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat

Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh

karena itu sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain:

tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat

kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien

yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan

Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan untuk

mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat harus

sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.

3. Keterbukaan perawat

Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan

sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau

dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh

Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan

antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan perawat klien

4. Katarsis emosional

Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk

mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat mengkaji

© 2003 Digitized by USU digital library 9

kesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan

mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan

mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.

5. Bermain peran

Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam

hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat

situasi dari sudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan

situasi yang baru dalam lingkungan yang aman.

KESIMPULAN

Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memrlukan latihan

dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam

kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi

keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan

juga kepuasan bagi perawat.

Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam

penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang

cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor

penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan

berhubungan terapeutik.

DAFTAR RUJUKAN PUSTAKA

Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan

Kanus, W.A. Et.al. (1986). An evaluation of outcome from intensive care in major

medical centers. Ann Intern Med 104, (3):410

Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A. (1983). Introduction to person-centered

nursing. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.

Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and

Practice. Thrd edition. St.Louis: Mosby Year Book

Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995). Pocket gide to Psychiatric Nursing. Third edition.

St.Louis: Mosby Year Book

Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St.

Louis: Mosby Year Book

Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of qerontology

nursing 14 (1):20, 1988

Tidak ada komentar: