Selasa, 28 Desember 2010

harga diri rendah pada lansia

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Contantinides, 1994 yang dikutip oleh Wahjudi Nugroho, 2000).
Proses menua merupakan proses yang terus menerus secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup. Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Ada kalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi kekurangan-kekurangan yang menyolok (deskripansi).
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Walaupun demikian memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lansia.
Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi tubuh pun makin menurun. Tak heran bila pada usia lanjut, semakin banyak keluhan yang dilontarkan karena tubuh tak lagi mau bekerja sama dengan baik seperti kala muda dulu.
Nina Kemala Sari dari Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam suatu pelatihan di kalangan kelompok peduli lansia, menyampaikan beberapa masalah yang kerap muncul pada usia lanjut , yang disebutnya sebagai a series of I’s. Mulai dari immobility (imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh), incontinence (inkontinensia), intellectual impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi), impairment of vision and hearing (gangguan penglihatan dan pendengaran), isolation (depresi), Inanition (malnutrisi), insomnia (ganguan tidur), hingga immune deficiency (menurunnya kekebalan tubuh).
Sumber lain menyebutkan, penyakit utama yang menyerang lansia ialah hipertensi, gagal jantung dan infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal dan hati. Juga terdapat berbagai keadaan yang khas dan sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi kognitif, keseimbangan badan, penglihatan dan pendengaran.
Selain masalah kesehatan lansia juga cenderung mengalami perubahan psikososial seperti Pensiun,Identitas sering dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan, Sadar akan kematian, Kehilangan hubungan dengan teman-teman & famili, Penyakit kronis & ketidakmampuan, Perubahan terhadap gambaran diri, konsep diri, Kesepian (loneliness). Dari hal tersebut timbul masalah.
Masalah psikososial yang biasa dialami oleh lansia adalah
 Aspek Sosial Lansia : Sikap, nilai, keyakinan terhadap lansia, label/stigma, perubahan sosial.
 Ketergantungan : Penurunan fungsi, penyakit fisik.
 Gangguan konsep diri.
 Gangguan alam perasaan : Depresi
Ada beberapa faktor resiko masalah yang dialami oleh lansia seperti sumber finansial yang kurang,tipe kepribadian : manajemen stress, kejadian yang tidak terduga, Jumlah kejadian pada waktu yang berdekatan, dukungan sosial kurang
Menurut Nina Kemala Sari dari Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam penelitiannya banyak lansia yang hidup di panti wreda 85 % mengalami masalah psikososial seperti gangguan konsep diri dan gangguan alam perasaan seperti depresi.
Untuk mengidentifikasi masalah mental yang muncul pada lansia perlu dilakukan pengkajian. Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal yang menentukan langkah berikutnya untuk menentukan diagnosa keperawatan dan perencanaan.
Pengkajian keperawatan pada klien psikogeriatri merupakan proses yang komplek. Pengaruh aspek biologik, psikologik, dan sosiokultural akibat proses penuaan menyebabkan kesulitan dalam mengidentifikasi masalah yang muncul.Pengkajian status mental merupakan pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data tentang fungsi psikososial. Pengkajian ini meliputi : Penampilan umum klien,kesadaran, Fungsi afektif, Karakteristik bicara, orientasi, perhatian dan konsentrasi, penilaian, memori, persepsi , serta isi dan proses pikir.Pengkajian ini bertujuan untuk menentukan pikiran – pikiran dan proses mental yang mempengaruhi pada pencapaian tingkat optimal dari fungsi lansia.Pengkajian ini terintegrasi dalam wawancara dan pemeriksaan fisik.
Dari hasil pengamatan dan pengkajian selama dua hari pada klien Y di panti wreda Kasih, ditemukan beberapa masalah yang terjadi pada klien Y, seperti klien merasa tidak berguna, mengagap dirinya tidak di anggap oleh adiknya, klien suka minder sama lingkungan dan adiknya.
Menurut informasi yang didapat klien merasa minder karena belum pernah nikah sampai sekarang dan merasa malu karena klien berada di Panti wreda.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat masah gangguan psikososial harga diri rendah di panti Wreda Kasih Cirebon.

2. Landasan Teori
a. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk kehilangan atau hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal.
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri atau cita – cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia. (Budi Ana Keliat, 1998).
b. Etiologi
 Situasional yaitu, yang terjadi trauma secara tiba – tiba misalnya pasca operasi, kecelakaan cerai, putus sekolah, Phk, sering gagal, perasaan malu karena terjadi (korban perkosaan, dipenjara, dituduh KKN).
 Kronik, yaitu Perasaan negatif terhadap diri sudah berlangsung lama yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif, kejadian sakit yang dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Menurut Ericson, masa balita adalah kemandirian yang ragu dan malu anak belajar mengendalikan diri dan kepercayaan diri, sebabnya bila banyak dikendalikan dari luar maka akan timbul bibit keraguan dan rasa malu yang berlebihan. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.

c. Factor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi HDR adalah penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistic. Tergantung pada orang tua dan ideal diri yang tidak realistic. Misalnya ; orang tua tidak percaya pada anak, tekanan dari teman, dan kultur sosial yang berubah.

d.Faktor Presipitasi :
 Ketegangan peran
Stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami dalam peran atau posisi
 Konflik peran
Ketidaksesuaian peran dengan apa yang diinginkan.
 Peran yang tidak jelas
Kurangnya pengetahuan individu tentang peran.
 Peran yang berlebihan
Menampilkan seperangkat peran yang konpleks.
 Perkembangan transisi
Perubahan norma dengan nilai yang taksesuai dengan diri.
 Situasi transisi peran
Bertambah/ berkurangnya orang penting dalam kehidupan individu.
 Transisi peran sehat sakit
Kehilangan bagian tubuh, prubahan ukuran, fungsi, penampilan, prosedur pengobatan dan perawatan.

e. Tanda Dan Gejala
 Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap tindakan penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi rontok (botak) karena pengobatan akibat penyakit kronis seperti kanker.
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika saya tidak ke RS menyalahkan dan mengejek diri sendiri.
Merendahkan martabat misalnya, saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya memang bodoh dan tidak tahu apa – apa.
 Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tak mau bertemu orang lain, lebih suka menyendiri.
 Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin memilih alternatif tindakan.
 Mencederai diri dan akibat HDR disertai dengan harapan yang suram mungin klien ingin mengakhiri kehidupan.
Menurut Struart & Sundden (1998) perilaku klien HDR ditunjukkan tanda – tanda sebagai berikut :
 Produktivitas menurun.
 Mengukur diri sendiri dan orang lain.
 Destructif pada orang lain.
 Gangguan dalam berhubungan.
 Perasaan tidak mampu.
 Rasa bersalah.
 Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.
 Perasaan negatif terhadap tubuhnya sendiri.
 Ketegangan peran yang dihadapi atau dirasakan.
 Pandangan hidup yang pesimis.
 Keluhan fisik.
 Pandangan hidup yang bertentangan.
 Penolakan terhadap kemampuan personal.
 Destruktif terhadap diri sendiri.
 Menolak diri secara sosial.
 Penyalahgunaan obat.
 Menarik diri dan realitas.
 Khawatir.


3. Pengkajian
A. Pengkajian statsu mental
a. Penampilan umum
b. Kesadaran
c. Fungsi afektif
d. Karakteristik bicara
e. Orientasi
f. Perhatian dan konsentrasi
g. Penilaian
h.Memory
i. Persepsi
j. Isi dan proses pikir.

B. Pengakijan persepsi diri
 Ideal diri
 Harga dri
 Identitas diri
 Peran diri
 Gambaran diri


4. analisa data
No Data Masalah
1 DS :
 Adanya ungkapan yang menegatifkan diri.
 Mengeluh tidak mampu dilakukan peran dan fungsi sebagaimana mestinya.
 Ungkapan mengkritik diri sendiri, mengejek dan menyalahgunakan diri sendiri.
DO :
 Kontak mata kurang, sering menunduk.
 Mudah marah dan tersinggung.
 Menarik diri.
 Menghindar dari orang lain.
Gangguan konsep diri : HDR
2 DS :
 Adanya ungkapan takut dan khawatir
DO :
 cemas. ansietas
3 DS :
 Mengungkapkan ketidak mampuan mengontrol dan mempengaruhi pikiran.
 Enggan mengekspresikan perasaan yang sebelumnya.
 Mengungkapkan keputusan.
 Mengatakan kata – kata pesimis.
 Menyatakan secara tidak ada cara untuk memproleh hubungan dengan orang lain.
DO :
 Respon terhadap stimulasi terlambat / melambat.
 Kurang berenergi.
 Pasif tampak apatis.
 Lebih banyak tidur menarik diri.
 Marah. Keputusasaan


5. Diagnosa keperawatan
 Harga diri rendah b/d merasakan/mengantisipasi kegagalan pada peristiwa-peristiwa kehidupan.
 Koping individu tidak efektif b/d ketidak seimbangan sistem saraf : kehilangan memori : keseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah/keputusasaan.
 Ansietas b/d krisi situasional/maturasional.



Prinsip Tindakan
 Meningkatkan harga diri
 Memaksimalkan kemandirian : self care, ADL
 Meningkatkan kontrol diri : peran serta, pengambilan keputusan
 Menyediakan dukungan sosial






















No
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1





















2









3 Harga diri rendah b/d merasakan/mengantisipasi kegagalan pada peristiwa-peristiwa kehidupan.

















Koping individu tidak efektif b/d ketidak seimbangan sistem saraf : kehilangan memori : keseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah/keputusasaan.

Ansietas b/d krisi situasional/maturasional.
Umum :
Meningkatkan harga diri
Khusus :
- Menguatkan integritas ego

-Meningkatkan peran-peran yang tersedia bagi lansia termasuk identitas personal, harga diri & penampilan peran












Meningkatkan ingatan masa lalu & kemampuan berempati terhadap annggota lain
Tujuan khusus :
Klien mampu memecahkan masalah dengan tepat tanpa bantuan
Klien tidak putusasa


Klien tidak khawatir dan cemas. 1. dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang dikatakan



2. Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal tersebut mungkin di perlukan untuk dilepaskan atau dirubah.

3. Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber komunitas.


4. Kaji hobi klien dan aktivitas yang disenangi sekarang

5. Tunjukan hasil kerja usia lanjut dan perkenalkan pada semua peserta untuk dapat meningkatkan kreasi baru

1.Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan teknik relaksasi keinginan untuk mengekspresikan perasaan.


2. Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien



1. Pahami rasa takut/ansietas


2.Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas.


3. Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak tertolong dan ansietas.

membantu pasien/orang terdekat untuk memulai menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi/gaya hidup.


memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan; meningkatkan orientasi realita.


memungkinkan pasien untuk berhubungan dengan grup yang diminati dengan cara yang membantu dan perlengkapan pendukung, pelayanan dan konseling.


hobi dapat meningkatkan aktivitas.



Dengan menunjukan hasil kreasi dapat memacu rasa percaya diri.





Jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil dilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan sekarang untuk mengatasi tegangan dan memelihara rasa kontrol individu.

Membantu mengidentifikasi dan membenarkan persepsi realita dan memungkinkan dimulainya usaha pemecahan masalah.



perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.

respon individu dapat bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari situasi mungkin dapat memperbesar perasaan.

menyediakan petunjuk untuk membantu pasien dalam mengembangkan kemampuan koping dan memperbaiki ekuilibrium.


7. Evaluasi
1. Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri sebagai orang yang mampu mengatasi masalahnya.
2. Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping pribadi/kemampuan memecahkan maslah.
3. Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya ansietas ke tingkat yang dapat diatasi.
4. Pasien dapat menunjukkan pengetahuan yang akurat akan penyakit
5. dan pemahaman regimen pengobatan



DAFTAR PUSTAKA

Capernito Lynda juall ( 1998), Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6 , Alih Bahasa Yasmin Asih EGC jakarta

Donges Marilyn E (2000), Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, Alih bahasa I Made Kariasa, EGC Jakarta

Lueckenotte. 1997. Pengkajian Gerontologi edisi 2.EGC: Jakarta

Wahyudi Nugroho ( 2000), Keperawatan Gerontik Edisi 2 , EGC Jakarta