Selasa, 17 Juni 2008

Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids)

Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.



Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah:

· Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

· Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

· Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

· “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)

· Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)

· Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)

· Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)





Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain:

· Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya perawatan.

· Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.

· Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).

· Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.

· Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.



Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous Cannulation)

· Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).

· Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas.

· Pemberian kantong darah dan produk darah.

· Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).

· Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)

· Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.



Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah Vena

· Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.

· Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).

· Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).



Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:

· Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.

· Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.

· Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.

· Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.



Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus:

· Rasa perih/sakit

· Reaksi alergi


Jenis Cairan Infus9

· Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.



· Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).



· Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.



Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:

· Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.

· Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.


Pemberian Cairan Infus pada Anak



Berapa Banyak Cairan yang Dibutuhkan Anak Sehat?



Anak sehat dengan asupan cairan normal, tanpa memperhitungkan kebutuhan cairan yang masuk melalui mulut, membutuhkan sejumlah cairan yang disebut dengan “maintenance”.



Cairan maintenance adalah volume (jumlah) asupan cairan harian yang menggantikan “insensible loss” (kehilangan cairan tubuh yang tak terlihat, misalnya melalui keringat yang menguap, uap air dari hembusan napas dalam hidung, dan dari feses/tinja), ditambah ekskresi/pembuangan harian kelebihan zat terlarut (urea, kreatinin, elektrolit, dll) dalam urin/air seni yang osmolaritasnya/kepekatannya sama dengan plasma darah.



Kebutuhan cairan maintenance anak berkurang secara proporsional seiring meningkatnya usia (dan berat badan). Perhitungan berikut memperkirakan kebutuhan cairan maintenance anak sehat berdasarkan berat bdan dalam kilogram (kg).



Cairan yang digunakan untuk infus maintenance anak sehat dengan asupan cairan normal adalah:
NaCl 0.45% dengan Dekstrosa 5% + 20mmol KCl/liter



Penyalahgunaan cairan infus yang banyak terjadi adalah dalam penanganan diare (gastroenteritis) akut pada anak.

Pemberian cairan infus banyak disalahgunakan (overused) di Unit Gawat Darurat (UGD) karena persepsi yang salah bahwa jenis rehidrasi ini lebih cepat menangani diare, dan mengurangi lama perawatan di RS.5



Gastroenteritis akut disebabkan oleh infeksi pada saluran cerna (gastrointestinal), terutama oleh virus, ditandai adanya diare dengan atau tanpa mual, muntah, demam, dan nyeri perut. Prinsip utama penatalaksanaan gastroenteritis akut adalah menyediakan cairan untuk mencegah dan menangani dehidrasi.6



Penyakit ini umumnya sembuh dengan sendirinya (self-limiting), namun jika tidak ditangani dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit yang bisa mengancam nyawa. Dehidrasi yang diakibatkan sering membuat anak dirawat di RS.6



Terapi cairan yang diberikan harus mempertimbangkan tiga komponen: rehidrasi (mengembalikan cairan tubuh), mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung, dan “maintenance”.3 Terapi cairan ini berdasarkan penilaian derajat dehidrasi yang terjadi.


Penilaian Derajat Dehidrasi (dinyatakan dalam persentase kehilangan berat badan)3



Tanpa Dehidrasi:

· diare berlangsung, namun produksi urin normal, maka makan/minum dan menyusui diteruskan sesuai permintaan anak (merasa haus).



Dehidrasi Ringan (< 5%)

· Kotoran cair (watery diarrhea)

· Produksi urin (air seni) berkurang

· Senantiasa merasa haus

· Permukaan lapisan lendir (bibir, lidah) agak kering



Dehidrasi Sedang (5-10%)

· Turgor (kekenyalan) kulit berkurang

· Mata cekung

· Permukaan lapisan lendir sangat kering

· Ubun-ubun depan mencekung



Dehidrasi Berat (>10%)

Tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah:

· Denyut nadi cepat dan isinya kurang (hipotensi/tekanan darah menurun)

· Ekstremitas (lengan dan tungkai) teraba dingin

· Oligo-anuria (produksi urin sangat sedikit, kadang tidak ada), sampai koma



Penggantian Cairan pada Anak dengan Gastroenteritis5



Derajat dehidrasi (persentase kehilangan berat badan/BB)


Cairan Rehidrasi Oral (CRO)


Cairan intravena/infus

Ringan (< 5%)


50 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam


Tidak direkomendasikan

Sedang (5 - 10%)


100 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam


Tidak direkomendasikan

Berat ( > 10%)


100 – 150 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam (jika masih mampu minum CRO)


20 ml /kg, Bolus dalam satu jam (NaCl atau RL)

Kehilangan BB berlanjut


10 ml/kg setiap habis BAB atau muntah


10 ml/kg setiap habis BAB atau muntah



American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian CRO dalam penatalaksanaan diare (gastroenteritis) pada anak dengan dehidrasi derajat ringan-sedang. Penggunaan cairan infus hanya dibatasi pada anak dengan dehidrasi berat, syok, dan ketidakmampuan minum lewat mulut.5



Terapi rehidrasi (pemberian cairan) oral (oral rehydration therapy) seperti oralit dan Pedialyte® terbukti sama efektifnya dengan cairan infus pada diare (gastroenteritis) dengan dehidrasi sedang.4 Keuntungan tambahan lain adalah waktu yang dibutuhkan untuk memberikan terapi CRO ini lebih cepat dibandingkan dengan harus memasang infus terlebih dahulu di Unit Gawat Darurat (UGD) RS. Bahkan dalam analisis penatalaksanaan, pasien yang diterapi dengan CRO sedikit yang masuk perawatan RS. Hasil penelitian ini meyarankan cairan rehidrasi oral menjadi terapi pertama pada anak diare di bawah 3 tahun dengan dehidrasi sedang.4



Pada anak dengan muntah dan diare akut, apakah pemberian cairan melalui infus (intravenous fluids) mempercepat pemulihan dibandingkan dengan cairan rehidrasi oral (oral rehydration therapy/solution/CRO/oralit)?



Ternyata pemberian cairan infus tidak mempersingkat lamanya penyakit, dan bahkan mampu menimbulkan efek samping dibandingkan pemberian oralit.5



Sebuah penelitian meta analisis internasional yang membandingkan CRO (oralit) dengan cairan intravena/infus pada anak dengan derajat dehidrasi ringan sampai berat menunjukkan bahwa CRO mengurangi lamanya perawatan di RS sampai 29 jam.5 Sebuah studi lain juga menyimpulkan CRO menangani dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) dan asidosis (keasaman darah meningkat) lebih cepat dan aman dibandingkan cairan infus.5 Penelitian lain menunjukkan keuntungan lain oralit pada diare dengan dehidrasi ringan-sedang adalah mengurangi lamanya diare, meningkatkan (mengembalikan) berat badan anak, dan efek samping lebih minimal dibandingkan cairan infus.6


Pengawasan (Monitoring)

· Semua anak yang mendapatkan cairan infus sebaiknya diukur berat badannya, 6 –8 jam setelah pemberian cairan, dan kemudian sekali sehari.

· Semua anak yang mendapatkan cairan infus sebaiknya diukur kadar elektrolit dan glukosa serum sebelum pemasangan infus, dan 24 jam setelahnya.

· Bagi anak yang tampak sakit, periksa kadar elektrolit dan glukosa 4 – 6 jam setelah pemasangan, dan sekali sehari sesudahnya.




DAFTAR PUSTAKA



1. Intravenous Fluids. Clinical Practice Guidelines. Royal Children’s Hospital Melbourne. http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm
2. C Waitt, P Waitt, M Pirmohamed. Intravenous Therapy. Postgrad. Med. J. 2004; 80; 1-6.
3. Nutrition Committee, Canadian Paediatric Society. Oral Rehydration Therapy and Early Refeeding in the Management of Childhood Gastroenteritis. The Canadian Journal of Paediatrics 1994; 1(5): 160-164.
4. Spandorfer PR, Alessandrini EA, Joffe MD, Localio R, Shaw KN. Oral Versus Intravenous Rehydration of Moderately Dehydrated Children: A Randomized, Controlled Trial. Pediatrics Vol. 115 No. 2 February 2005. American Academy of Pediatrics.
5. Banks JB, Meadows S. Intravenous Fluids for Children with Gastroenteritis. Clinical Inquiries, American Family Physician, January 1 2005. American Academy of Family Physicians.
6. D Payne J, Elliot E. Gastroenteritis in Children. Clin Evid 2004; 12: 1-3. BMJ Publishing Group Ltd 2004.
7. Eliason BC, Lewan RB. Gastroenteritis in Children: Principles of Diagnosis and Treatment. American Family Physician Nov 15 1998. American Academy of Family Physicians.
8. Revision of Intravenous Infusion
9. Martin S. Intravenous Therapy. Nova Southeastern University PA Program.

Tidak ada komentar: