Sabtu, 21 Juni 2008

organ elminasi urine

Oleh Subhan Kadir

ELIMINASI URINE

Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Eliminasi Urine

Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.

Sistem Urinaria

Ginjal

Ginjal adalah organ yang berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan). Beratnya antara 125-175 g pada laki-laki dan 115-155 g pada wanita. Ginjal terletak pada dinding abdomen posterior berdekatan dengan dua pasang iga terakhir, dan merupakan organ retroperitoneal. Terdiri atas dua yaitu kiri dan kanan.

Ginjal berfungsi :

· Mengeluarkan zat sisa organik.

· Mengeluarkan konsentrasi ion penting

· Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh

· Produksi sel darah merah

· Pengaturan tekanan darah

· Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah atau asam amino darah

· Pengeluaran zat beracun.

Unit fungsional dari ginjal adalah nefron, satu ginjal mengandung 1-4 juta Nefron yang merupkan unit pembentuk urine.

Ureter

Menghubungnkan ginjal dan kandung kemih. Setiap ureter panjangnya 25 cm -30 cm dan berdiameter 4-6mm. Otot ureter memiliki aktifitas peristaltik intrinsik, yang berfungsi untuk mengalirkan urine ke kandung kemih.

Ureter menyempit pada tiga titik; dititik asal ureter, di titik saat melewati pinggiran pelvis, dan di titik saat pertemuannya dengan kandung kemih. Batu ginjal dapat tersangkut ditempat ini, dan mengakibatkan nyeri dan disebut kolik ginjal.

Kandung Kemih

Kandung kemih (Buli-buli/bladder) merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot halus, berfungsi menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat beberapa lapisan jaringan otot yang paling dalam, memanjang ditengah, dan melingkar yang disebut sebagai destrusor, berfungsi untuk mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi.

Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengan jaringan otot berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan urine dari kandung kemih keluar tubuh.

Penyaluran ransangan kekandung kemih dan ransangan motoris ke otot lingkar bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari ransangan ini, otot lingkar menjadi kendur dan terjadi kokntraksi sfingter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal dalam kandung kemih. Sistem para simpatis menyalurkan ransangan motoris kandung kemih dan ransangan penghalang ke bagian dalam otot lingkar. Rangansang aini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot destrusor dan kendurnya sfingter.

Uretra

Uretra merupakan organ yang berfungsi menyelurkan urine ke bagian luar. Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan yang terdapat pada laki-laki. Pada laki-laki, uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi, berukuran panjang 13,7-16,2 cm, dan terdiri dari tiga bagian; yaitu prostat, selaput (membran) dan bagian yang berongga (ruang). Pada wanita panjang 3,7-6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat penyaluran urine kebagian luar tubuh.

Saluran berkemih dilapisi oleh membran mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Meskipun mikroorganisme sercara normal tidak ada yang bisa melewati uretra bagian bawah, membran mukosa ini pada keadaan patologis yang terus menerus akan menjadikannya media yang baik untuk pertumbuhan beberapa patogen.

5 Kebutuhan Dasar Manusia

oleh A. Fanar Syukri

Pendahuluan

Berlainan dengan Maslow, penulis mengajukan paradigma baru tentang kebutuhan dasar manusia menjadi 5, yaitu kebutuhan keamanan, seks, ekonomi, rohani dan inovasi, berdasarkan kepada susunan tubuh fisik manusia kaki, alat kelamin, perut, dada dan kepala, yang akan dijelaskan di paragraf-paragraf berikutnya.

Kebutuhan Dasar Menusia menurut Susunan Tubuh Manusia

Tubuh kita, berdasarkan susunan wujud fisiknya, dapat dibagi menjadi 5 bagian. Bila kita urutkan dari bawah ke atas maka urutannya adalah ke-5 bagian tersebut adalah: kaki, alat kelamin, perut, dada dan kepala.

Dilihat dari segi kedokteran atau pun secara biologis, mungkin pembagian tersebut di atas kurang tepat sesuai dengan masing-masing fungsi biologisnya, tetapi penulis mengajukan pemikiran baru tentang 5 kebutuhan dasar manusia berdasarkan pembagian struktur tubuh menjadi 5 bagian tersebut, yang penulis artikan sebagai kebutuhan keamanan, seks, ekonomi, rohani dan inovasi, sehingga menjadi lebih mudah dipahami.

Bukan hanya dari sisi kita sebagai manusia saja, dari sisi hubungan antarpersonal dalam masyarakat sosial, organisasi profit non-profit, bahkan hingga institusi negara pun, dalam pemenuhan ke-5 KDM ini, masing-masing fungsi sebagai pribadi, organisasi, perusahaan bahkan negara dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, dapat dipahami dengan lebih mudah.

Masing-masing kebutuhan yang disebutkan sebelumnya, sebagaimana dalam teori psikologi humanistiknya Maslow, 5 kebutuhan dasar tersebut pun harus dipenuhi secara linear, seperti anak-anak tangga dalam susunan piramid, yang harus dinaiki step-by-step.

Tetapi ada perbedaan mendasar dalam teori Maslow dengan paradigma baru yang penulis sampaikan, yaitu bahwa 5 KDM dalam paradigma baru ini, semua berpusat pada kebutuhan nomor 3, yaitu kebutuhan ekonomi. Kebutuhan ekonomi ini harus dipenuhi terlebih dahulu (walau tidak harus sepenuhnya), sebelum kebutuhan-kebutuhan lainnya, karena kebutuhan ekonomi adalah seperti bensin dalam mobil. Tanpa bensin, mobil tidak akan dapat bergerak. Demikian pula, manusia tanpa makanan dan minuman, tak mungkin bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya.

  1. Kebutuhan Keamanan (Safety Needs), yaitu kebutuhan akan perlindungan keselamatan terhadap bahaya atau kekerasan, setelah kebutuhan ekonomi, relatif (tidak harus sepenuhnya) terpenuhi.
  2. Kebutuhan Seks (Sex Needs), yaitu kebutuhan pelampiasan dorongan seksual, bagi mereka yang sudah matang fungsi biologisnya. Kesalahan mendasar & fatal Sigmund Freud (1856-1939) adalah menfokuskan pembahasan psikologinya bahwa semua KDM manusia bersala dari kebutuhan seks ini. Tak dapat kita salahkan pandangan Freud tersebut, bila kita dapat memahami keadaan sosial masyarakat di jamannya, yang sangat tabu membicarakan masalah seks. Pandangan Freud adalah pemberontakannya kepada masyarakat di jamannya.
  3. Kebutuhan Ekonomi (Economical Needs) timbul sejak seorang manusia lahir hingga meninggalnya. Tanpa pemenuhan kebutuhan primer untuk fisik jasmani ini, seorang manusia tak mungkin bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya. Kebutuhan ini harus dipenuhi, sebelum kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kebutuhan makanan dan minuman adalah kebutuhan dasar, yang menjadi pusat kebutuhan fisik manusia.
  4. Kebutuhan Rohani (Spritual Needs), yaitu kebutuhan akan penghargaan untuk penghormatan diri, status, perhatian hingga penerimaan orang lain, yang muncul bila ketiga kebutuhan sebelumnya telah dapat terpenuhi. Juga kebutuhan akan afiliasi, persahabatan serta memberi dan menerima kasih sayang/dihargai dengan/dari/oleh orang lain dalam kehidupan sosial masyarakat. Walaupun menurut Maslow kebutuhan sosial & prestise ini jarang dapat dipuaskan, menurut penulis kebutuhan ke-4 inilah pokok permasalahan kemanusiaan bermula, kepercayaan kepada kekuatan Dzat yang lebih segala-galanya dari pada dirinya, tujuan hidup sebenarnya berada, dan obyek pendidikan yang seharusnya dilakukan. Dalam sejarah para Nabi dan orang-orang besar, walaupun kebutuhan-kebutuhan lainnya tidak/belum terpenuhi, tetapi kebutuhan rohaninya telah terpenuhi, sehingga mereka tetap dapat terus bertahan hidup untuk mendidik masyarakat kaumnya, bahkan ditulis dengan tinta emas dalam sejarah manusia. Jadi, selain kebutuhan jasmani manusia yang berpusat di perut, kebutuhan ruhani manusia berpusat di hati, di rongga dada.
  5. Kebutuhan Inovasi (Innovation Needs) merupakan kebutuhan terakhir apabila keempat kebutuhan lainnya di atas telah terpenuhi, yang dapat mendorong perilaku seseorang untuk dapat mempertinggi kemampuan kerja dengan mengoptimalkan fungsi akal untuk ber-inovasi, salah satu kelebihan yang diberikan Pencipta khusus untuk manusia. Yang penulis maksud dengan kebutuhan inovasi adalah kebutuhan optimalisasi fungsi akal untuk berpikir, meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan baru untuk lebih memudahkan dirinya dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Jadi R&D iptek yang penuh inovasi iptek, tak akan dapat berjalan optimal, bila ke-4 kebutuhan lainnya sang manusia tak terpenuhi terlebih dahulu.

Dalam perjalanan sejarah, kebutuhan ke-3 dan ke-4 sering ter-reduksi (tersatukan) menjadi 1 tingkat kebutuhan saja, kebutuhan ekonomi saja atau kebutuhan rohani saja, yang menjadikan kehidupan manusia terpolarisasikan menjadi grup sekuler yang sepenuhnya mencari kebahagiaan palsu di dunia saja, atau grup zuhud dengan menjadi ahli tasawuf, kependetaan, kebiarawatian yang anti-dunia, dan hanya mengejar kebahagiaan di akherat saja. Yang terbaik adalah grup yang tidak menafikan salah satunya, tetapi mereka yang dapat menyeimbangkan ke-2 kebutuhan tersebut, antara kebutuhan perut (ekonomi, jasmani) dan kebutuhan hati (ruhani).

Selasa, 17 Juni 2008

Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids)

Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.



Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah:

· Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

· Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

· Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

· “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)

· Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)

· Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)

· Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)





Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain:

· Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya perawatan.

· Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.

· Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).

· Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.

· Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.



Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous Cannulation)

· Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).

· Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas.

· Pemberian kantong darah dan produk darah.

· Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).

· Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)

· Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.



Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah Vena

· Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.

· Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).

· Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).



Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:

· Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.

· Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.

· Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.

· Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.



Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus:

· Rasa perih/sakit

· Reaksi alergi


Jenis Cairan Infus9

· Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.



· Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).



· Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.



Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:

· Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.

· Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.


Pemberian Cairan Infus pada Anak



Berapa Banyak Cairan yang Dibutuhkan Anak Sehat?



Anak sehat dengan asupan cairan normal, tanpa memperhitungkan kebutuhan cairan yang masuk melalui mulut, membutuhkan sejumlah cairan yang disebut dengan “maintenance”.



Cairan maintenance adalah volume (jumlah) asupan cairan harian yang menggantikan “insensible loss” (kehilangan cairan tubuh yang tak terlihat, misalnya melalui keringat yang menguap, uap air dari hembusan napas dalam hidung, dan dari feses/tinja), ditambah ekskresi/pembuangan harian kelebihan zat terlarut (urea, kreatinin, elektrolit, dll) dalam urin/air seni yang osmolaritasnya/kepekatannya sama dengan plasma darah.



Kebutuhan cairan maintenance anak berkurang secara proporsional seiring meningkatnya usia (dan berat badan). Perhitungan berikut memperkirakan kebutuhan cairan maintenance anak sehat berdasarkan berat bdan dalam kilogram (kg).



Cairan yang digunakan untuk infus maintenance anak sehat dengan asupan cairan normal adalah:
NaCl 0.45% dengan Dekstrosa 5% + 20mmol KCl/liter



Penyalahgunaan cairan infus yang banyak terjadi adalah dalam penanganan diare (gastroenteritis) akut pada anak.

Pemberian cairan infus banyak disalahgunakan (overused) di Unit Gawat Darurat (UGD) karena persepsi yang salah bahwa jenis rehidrasi ini lebih cepat menangani diare, dan mengurangi lama perawatan di RS.5



Gastroenteritis akut disebabkan oleh infeksi pada saluran cerna (gastrointestinal), terutama oleh virus, ditandai adanya diare dengan atau tanpa mual, muntah, demam, dan nyeri perut. Prinsip utama penatalaksanaan gastroenteritis akut adalah menyediakan cairan untuk mencegah dan menangani dehidrasi.6



Penyakit ini umumnya sembuh dengan sendirinya (self-limiting), namun jika tidak ditangani dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit yang bisa mengancam nyawa. Dehidrasi yang diakibatkan sering membuat anak dirawat di RS.6



Terapi cairan yang diberikan harus mempertimbangkan tiga komponen: rehidrasi (mengembalikan cairan tubuh), mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung, dan “maintenance”.3 Terapi cairan ini berdasarkan penilaian derajat dehidrasi yang terjadi.


Penilaian Derajat Dehidrasi (dinyatakan dalam persentase kehilangan berat badan)3



Tanpa Dehidrasi:

· diare berlangsung, namun produksi urin normal, maka makan/minum dan menyusui diteruskan sesuai permintaan anak (merasa haus).



Dehidrasi Ringan (< 5%)

· Kotoran cair (watery diarrhea)

· Produksi urin (air seni) berkurang

· Senantiasa merasa haus

· Permukaan lapisan lendir (bibir, lidah) agak kering



Dehidrasi Sedang (5-10%)

· Turgor (kekenyalan) kulit berkurang

· Mata cekung

· Permukaan lapisan lendir sangat kering

· Ubun-ubun depan mencekung



Dehidrasi Berat (>10%)

Tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah:

· Denyut nadi cepat dan isinya kurang (hipotensi/tekanan darah menurun)

· Ekstremitas (lengan dan tungkai) teraba dingin

· Oligo-anuria (produksi urin sangat sedikit, kadang tidak ada), sampai koma



Penggantian Cairan pada Anak dengan Gastroenteritis5



Derajat dehidrasi (persentase kehilangan berat badan/BB)


Cairan Rehidrasi Oral (CRO)


Cairan intravena/infus

Ringan (< 5%)


50 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam


Tidak direkomendasikan

Sedang (5 - 10%)


100 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam


Tidak direkomendasikan

Berat ( > 10%)


100 – 150 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam (jika masih mampu minum CRO)


20 ml /kg, Bolus dalam satu jam (NaCl atau RL)

Kehilangan BB berlanjut


10 ml/kg setiap habis BAB atau muntah


10 ml/kg setiap habis BAB atau muntah



American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian CRO dalam penatalaksanaan diare (gastroenteritis) pada anak dengan dehidrasi derajat ringan-sedang. Penggunaan cairan infus hanya dibatasi pada anak dengan dehidrasi berat, syok, dan ketidakmampuan minum lewat mulut.5



Terapi rehidrasi (pemberian cairan) oral (oral rehydration therapy) seperti oralit dan Pedialyte® terbukti sama efektifnya dengan cairan infus pada diare (gastroenteritis) dengan dehidrasi sedang.4 Keuntungan tambahan lain adalah waktu yang dibutuhkan untuk memberikan terapi CRO ini lebih cepat dibandingkan dengan harus memasang infus terlebih dahulu di Unit Gawat Darurat (UGD) RS. Bahkan dalam analisis penatalaksanaan, pasien yang diterapi dengan CRO sedikit yang masuk perawatan RS. Hasil penelitian ini meyarankan cairan rehidrasi oral menjadi terapi pertama pada anak diare di bawah 3 tahun dengan dehidrasi sedang.4



Pada anak dengan muntah dan diare akut, apakah pemberian cairan melalui infus (intravenous fluids) mempercepat pemulihan dibandingkan dengan cairan rehidrasi oral (oral rehydration therapy/solution/CRO/oralit)?



Ternyata pemberian cairan infus tidak mempersingkat lamanya penyakit, dan bahkan mampu menimbulkan efek samping dibandingkan pemberian oralit.5



Sebuah penelitian meta analisis internasional yang membandingkan CRO (oralit) dengan cairan intravena/infus pada anak dengan derajat dehidrasi ringan sampai berat menunjukkan bahwa CRO mengurangi lamanya perawatan di RS sampai 29 jam.5 Sebuah studi lain juga menyimpulkan CRO menangani dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) dan asidosis (keasaman darah meningkat) lebih cepat dan aman dibandingkan cairan infus.5 Penelitian lain menunjukkan keuntungan lain oralit pada diare dengan dehidrasi ringan-sedang adalah mengurangi lamanya diare, meningkatkan (mengembalikan) berat badan anak, dan efek samping lebih minimal dibandingkan cairan infus.6


Pengawasan (Monitoring)

· Semua anak yang mendapatkan cairan infus sebaiknya diukur berat badannya, 6 –8 jam setelah pemberian cairan, dan kemudian sekali sehari.

· Semua anak yang mendapatkan cairan infus sebaiknya diukur kadar elektrolit dan glukosa serum sebelum pemasangan infus, dan 24 jam setelahnya.

· Bagi anak yang tampak sakit, periksa kadar elektrolit dan glukosa 4 – 6 jam setelah pemasangan, dan sekali sehari sesudahnya.




DAFTAR PUSTAKA



1. Intravenous Fluids. Clinical Practice Guidelines. Royal Children’s Hospital Melbourne. http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm
2. C Waitt, P Waitt, M Pirmohamed. Intravenous Therapy. Postgrad. Med. J. 2004; 80; 1-6.
3. Nutrition Committee, Canadian Paediatric Society. Oral Rehydration Therapy and Early Refeeding in the Management of Childhood Gastroenteritis. The Canadian Journal of Paediatrics 1994; 1(5): 160-164.
4. Spandorfer PR, Alessandrini EA, Joffe MD, Localio R, Shaw KN. Oral Versus Intravenous Rehydration of Moderately Dehydrated Children: A Randomized, Controlled Trial. Pediatrics Vol. 115 No. 2 February 2005. American Academy of Pediatrics.
5. Banks JB, Meadows S. Intravenous Fluids for Children with Gastroenteritis. Clinical Inquiries, American Family Physician, January 1 2005. American Academy of Family Physicians.
6. D Payne J, Elliot E. Gastroenteritis in Children. Clin Evid 2004; 12: 1-3. BMJ Publishing Group Ltd 2004.
7. Eliason BC, Lewan RB. Gastroenteritis in Children: Principles of Diagnosis and Treatment. American Family Physician Nov 15 1998. American Academy of Family Physicians.
8. Revision of Intravenous Infusion
9. Martin S. Intravenous Therapy. Nova Southeastern University PA Program.

Sabtu, 24 Mei 2008

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

JENNY MARLINDAWANI PURBA, SKp.

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN



1. Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit

kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan.

Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya

dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk

dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan

pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana.

Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara

sederhana.

Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya

ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”

2. Perbendaharaan Kata

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan

kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan

kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan

tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan

pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk,

sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika

dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

3. Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,

sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat

dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati

kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan

keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat

harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan,

terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

4. Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan

komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok

pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang

menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara

dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk

menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk

mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan

denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya,

menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat

juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau

terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

5. Waktu dan relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang

menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun

pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat

menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus

peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi

verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat

dan kebutuhan klien.

© 2003 Digitized by USU digital library 3

6. Humor

Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan

rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat

dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988)

melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang

menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,

mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor

untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya

untuk berkomunikasi dengan klien.

B. KOMUNIKASI NON-VERBAL

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata.

Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada

orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan

klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat

non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu

kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

Komunikasi non-verbal teramati pada:

1. Metakomunikasi

Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara

pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar

terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di

dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap

pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.

2. Penampilan Personal

Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan

selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4

menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang

berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993).

Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial,

pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan

penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif.

Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan

keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana

seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya

mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat

untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra

klien.

3. Intonasi (Nada Suara)

Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang

dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada

suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan

klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien

dapat terhalangi oleh nada suara perawat.

4. Ekspresi wajah

Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak

melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi

wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat

© 2003 Digitized by USU digital library 4

interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang

yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai

orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang

baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara

dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat

tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan

sejajar.

5. Sikap tubuh dan langkah

Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan

fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati

sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti

rasa sakit, obat, atau fraktur.

6. Sentuhan

Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.

Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun

harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan,

perawat menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan

fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit

membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal

sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan

Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat

ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan

dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan

kepekaan dan hati-hati.

2. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas

sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain

untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari

(1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat

bersikap tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang

memntingkan dirinya sendiri.

Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa

“human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan

menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti

dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk

meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang

diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku

menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian

dari kepribadian.

3. TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik

berkomunikasi yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama

penggunaan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson &

Kneisl (1920), yaitu:

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat

perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh

perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal

© 2003 Digitized by USU digital library 5

yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian

adalah dengan:

a. Pandang klien ketika sedang bicara

b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk

mendengarkan.

c. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki

atau tangan.

d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.

e. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan

umpan balik.

f. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

2. Menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk

mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu

saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat

sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan

tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan

tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan

kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang

a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.

b. Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.

c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.

d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba

untuk mengubah pikiran klien.

Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti

apa yang anda ucapkan.” (cocok 1987)

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik

mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang

dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama

pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.

4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.

Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik

sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan

komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan

metode ono, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai

arti yang berbeda.

Contoh: - K : “saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”

- P : “ Saudara mengalami kesulitan untuk tidur….”

5. Klarifikasi

Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan

untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat

penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai

dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah

dimengerti klien.

Contoh: - “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”

- “ Apa yang katakan tadi adalah…….”

© 2003 Digitized by USU digital library 6

6. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga

lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan

klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan

berlanjut tanpa informasi yang baru.

Contoh: “ Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi ”.

7. Menyampaikan hasil observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil

pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.

Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien.

Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi

lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.

Contoh: - “ Anda tampak cemas”.

- “ Apakah anda merasa tidak tenang apabila anda……”

8. Menawarkan informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien

terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan

kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap

perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu

mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada

klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat

keputusan.

9. Diam

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir

pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan

waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam

memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri,

mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam memungkinkan klien

untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan

memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil

keputusan .

10. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara

singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas

sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan

membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga

dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.

Contoh: - “Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan…”

11. Memberikan penghargaan

Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran

tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya

yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.

Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata

jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi

mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula

dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”.

Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat

dapat mengatakan demikian.”

© 2003 Digitized by USU digital library 7

Contoh: - “Selamat pagi Ibu Sri.” Atau “Assalmualaikum”

- “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut ibu”.

Dalam ajaran Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlah

terpuji, karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah

SWT. Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan

bersikap ramah dan akrab.

12. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain

atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat

hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus

dilakukan tanpa pamrih.

Contoh: - “Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman”

13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik

pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang

perannanya dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk

mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka

pembicaraan.

Contoh: - “ Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”

- “ Apakah yang sedang saudara pikirkan?”

- “ Darimana anda ingin mulai pembicaraan ini?”

14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan

yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang

dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat

lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan

Contoh: - “…..teruskan…..!”

- “…..dan kemudian….?

- “ Ceritakan kepada saya tentang itu….”

15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk

melihatnya dalam suatu perspektif.

Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien

untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara

teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya

sebagai akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat menentukan pola

kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang

memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.

Contoh: - “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya”.

- “Kapan kejadian tersebut terjadi”.

16. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala

sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk

menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya,

perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.

Contoh: - “Carikan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan

dioperasi”

- “Apa yang sedang terjadi”.

© 2003 Digitized by USU digital library 8

17. Refleksi

“Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan

perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang

harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab:

“Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian

perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien

mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir

bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan

sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.

Contoh: K: “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”

P: “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”

K: “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa

tidak menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara

dengannya.

P: “Ini menyebabkan anda marah”.

Dimensi tindakan

Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis

emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Dimensi ini harus

diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang

dibentuk oleh dimensi responsif.

1. Konfrontasi

Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang

bermanfaatn untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh

Stuart dan Sundeen, 1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi

yaitu:

a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan

ideal diri (cita-cita/keinginan klien)

b. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien

c. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat

Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh

karena itu sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain:

tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat

kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien

yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan

Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan untuk

mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat harus

sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.

3. Keterbukaan perawat

Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan

sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau

dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh

Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan

antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan perawat klien

4. Katarsis emosional

Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk

mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat mengkaji

© 2003 Digitized by USU digital library 9

kesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan

mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan

mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.

5. Bermain peran

Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam

hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat

situasi dari sudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan

situasi yang baru dalam lingkungan yang aman.

KESIMPULAN

Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memrlukan latihan

dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam

kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi

keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan

juga kepuasan bagi perawat.

Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam

penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang

cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor

penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan

berhubungan terapeutik.

DAFTAR RUJUKAN PUSTAKA

Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan

Kanus, W.A. Et.al. (1986). An evaluation of outcome from intensive care in major

medical centers. Ann Intern Med 104, (3):410

Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A. (1983). Introduction to person-centered

nursing. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.

Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and

Practice. Thrd edition. St.Louis: Mosby Year Book

Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995). Pocket gide to Psychiatric Nursing. Third edition.

St.Louis: Mosby Year Book

Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St.

Louis: Mosby Year Book

Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of qerontology

nursing 14 (1):20, 1988