Sabtu, 24 Mei 2008

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

JENNY MARLINDAWANI PURBA, SKp.

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN



1. Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit

kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan.

Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya

dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk

dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan

pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana.

Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara

sederhana.

Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya

ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”

2. Perbendaharaan Kata

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan

kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan

kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan

tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan

pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk,

sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika

dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

3. Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,

sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat

dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati

kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan

keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat

harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan,

terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

4. Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan

komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok

pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang

menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara

dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk

menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk

mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan

denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya,

menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat

juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau

terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

5. Waktu dan relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang

menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun

pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat

menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus

peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi

verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat

dan kebutuhan klien.

© 2003 Digitized by USU digital library 3

6. Humor

Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan

rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat

dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988)

melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang

menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,

mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor

untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya

untuk berkomunikasi dengan klien.

B. KOMUNIKASI NON-VERBAL

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata.

Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada

orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan

klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat

non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu

kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

Komunikasi non-verbal teramati pada:

1. Metakomunikasi

Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara

pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar

terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di

dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap

pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.

2. Penampilan Personal

Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan

selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4

menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang

berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993).

Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial,

pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan

penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif.

Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan

keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana

seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya

mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat

untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra

klien.

3. Intonasi (Nada Suara)

Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang

dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada

suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan

klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien

dapat terhalangi oleh nada suara perawat.

4. Ekspresi wajah

Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak

melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi

wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat

© 2003 Digitized by USU digital library 4

interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang

yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai

orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang

baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara

dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat

tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan

sejajar.

5. Sikap tubuh dan langkah

Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan

fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati

sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti

rasa sakit, obat, atau fraktur.

6. Sentuhan

Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.

Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun

harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan,

perawat menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan

fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit

membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal

sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan

Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat

ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan

dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan

kepekaan dan hati-hati.

2. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas

sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain

untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari

(1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat

bersikap tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang

memntingkan dirinya sendiri.

Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa

“human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan

menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti

dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk

meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang

diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku

menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian

dari kepribadian.

3. TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik

berkomunikasi yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama

penggunaan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson &

Kneisl (1920), yaitu:

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat

perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh

perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal

© 2003 Digitized by USU digital library 5

yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian

adalah dengan:

a. Pandang klien ketika sedang bicara

b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk

mendengarkan.

c. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki

atau tangan.

d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.

e. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan

umpan balik.

f. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

2. Menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk

mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu

saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat

sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan

tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan

tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan

kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang

a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.

b. Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.

c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.

d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba

untuk mengubah pikiran klien.

Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti

apa yang anda ucapkan.” (cocok 1987)

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik

mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang

dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama

pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.

4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.

Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik

sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan

komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan

metode ono, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai

arti yang berbeda.

Contoh: - K : “saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”

- P : “ Saudara mengalami kesulitan untuk tidur….”

5. Klarifikasi

Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan

untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat

penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai

dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah

dimengerti klien.

Contoh: - “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”

- “ Apa yang katakan tadi adalah…….”

© 2003 Digitized by USU digital library 6

6. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga

lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan

klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan

berlanjut tanpa informasi yang baru.

Contoh: “ Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi ”.

7. Menyampaikan hasil observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil

pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.

Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien.

Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi

lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.

Contoh: - “ Anda tampak cemas”.

- “ Apakah anda merasa tidak tenang apabila anda……”

8. Menawarkan informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien

terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan

kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap

perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu

mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada

klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat

keputusan.

9. Diam

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir

pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan

waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam

memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri,

mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam memungkinkan klien

untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan

memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil

keputusan .

10. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara

singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas

sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan

membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga

dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.

Contoh: - “Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan…”

11. Memberikan penghargaan

Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran

tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya

yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.

Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata

jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi

mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula

dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”.

Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat

dapat mengatakan demikian.”

© 2003 Digitized by USU digital library 7

Contoh: - “Selamat pagi Ibu Sri.” Atau “Assalmualaikum”

- “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut ibu”.

Dalam ajaran Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlah

terpuji, karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah

SWT. Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan

bersikap ramah dan akrab.

12. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain

atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat

hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus

dilakukan tanpa pamrih.

Contoh: - “Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman”

13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik

pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang

perannanya dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk

mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka

pembicaraan.

Contoh: - “ Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”

- “ Apakah yang sedang saudara pikirkan?”

- “ Darimana anda ingin mulai pembicaraan ini?”

14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan

yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang

dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat

lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan

Contoh: - “…..teruskan…..!”

- “…..dan kemudian….?

- “ Ceritakan kepada saya tentang itu….”

15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk

melihatnya dalam suatu perspektif.

Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien

untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara

teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya

sebagai akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat menentukan pola

kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang

memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.

Contoh: - “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya”.

- “Kapan kejadian tersebut terjadi”.

16. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala

sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk

menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya,

perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.

Contoh: - “Carikan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan

dioperasi”

- “Apa yang sedang terjadi”.

© 2003 Digitized by USU digital library 8

17. Refleksi

“Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan

perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang

harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab:

“Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian

perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien

mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir

bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan

sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.

Contoh: K: “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”

P: “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”

K: “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa

tidak menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara

dengannya.

P: “Ini menyebabkan anda marah”.

Dimensi tindakan

Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis

emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Dimensi ini harus

diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang

dibentuk oleh dimensi responsif.

1. Konfrontasi

Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang

bermanfaatn untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh

Stuart dan Sundeen, 1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi

yaitu:

a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan

ideal diri (cita-cita/keinginan klien)

b. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien

c. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat

Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh

karena itu sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain:

tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat

kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien

yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan

Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan untuk

mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat harus

sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.

3. Keterbukaan perawat

Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan

sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau

dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh

Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan

antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan perawat klien

4. Katarsis emosional

Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk

mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat mengkaji

© 2003 Digitized by USU digital library 9

kesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan

mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan

mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.

5. Bermain peran

Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam

hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat

situasi dari sudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan

situasi yang baru dalam lingkungan yang aman.

KESIMPULAN

Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memrlukan latihan

dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam

kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi

keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan

juga kepuasan bagi perawat.

Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam

penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang

cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor

penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan

berhubungan terapeutik.

DAFTAR RUJUKAN PUSTAKA

Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan

Kanus, W.A. Et.al. (1986). An evaluation of outcome from intensive care in major

medical centers. Ann Intern Med 104, (3):410

Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A. (1983). Introduction to person-centered

nursing. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.

Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and

Practice. Thrd edition. St.Louis: Mosby Year Book

Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995). Pocket gide to Psychiatric Nursing. Third edition.

St.Louis: Mosby Year Book

Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St.

Louis: Mosby Year Book

Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of qerontology

nursing 14 (1):20, 1988

MENGHITUNG TETESAN INFUS



Ditulis pada oleh iwansain

Nah, salah satu keterampilan yang harus anda miliki sebagai seorang perawat adalah kemampuan anda untuk menentukan jumlah tetesan infus dalam tiap menit kepada klien. bagi anda yang sudah mengerti dan memahami berarti nilai tambah buat anda. tapi kalau masih belum paham, bisa anda pelajari kasus dibawah ini.

Contoh kasus

Dokter meresepkan kebutuhan cairan Nacl 0,9 % pada Tn A 1000 ml/12 jam. faktor drops (tetes) 15 tetes/1 ml. berapa tetes per menit cairan tersebut diberikan?

Strategi menjawab kasus

  1. Ketahui jumlah cairan yang akan diberikan
  2. konversi jam ke menit (1 jam = 60 menit)
  3. masukkan kedalam rumus (Jumlah cairan yang dibutuhkan dikali dengan faktor drips, lalu dibagi dengan lamanya pemberian)

Jadi jawabannya adalah (1000 x 15)/(12 x 60) = 15.000/720 = 20.86 dibulatkan jadi 21

Cairan tersebut harus diberikan 21 tetes/menit.

Di kutip dari situs : http://iwansain.wordpress.com/2008/01/14/menghitung-tetesan-infus/

Asuhan Keperawatan klien dengan TB Paru



Ditulis pada oleh iwansain

By Iwan, S.Kp

1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.

2. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.

Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.

3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).

4. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.

5. Anatomi dan Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka ‘letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
Trachea atau batang tenggorok kira-kira
9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d
1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.

Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4) Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.

Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:
(1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. (2) menyaring bahan beracun dari sirkulasi (3) reservoir darah (4) fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas

5. Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

6. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif

2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif

3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi

6. Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.

Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.

8. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:

a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

9. Penanganan Medik
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:

  1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
  2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
  3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
  4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
  5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :

1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40
-410C) hilang timbul.

b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.

c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.

2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.

3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

4. Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.

5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

6. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-
15 mm terjadi 48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.

3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.

4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif

4. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.

b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.

c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan

d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.

e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan

f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.

g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.

h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.

2. Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.

Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.

b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.

c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.

d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.

e. Monitor GDA.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.

f. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.

3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi
Tujuan:
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.

Intervensi
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.

b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.

c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.

d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.

e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.

f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.

g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.

i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.

j. Monitor sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan:
Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.

b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.

c. Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.

d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.

e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.

f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.

g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.

h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.

i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.

j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.

k. Berikan antipiretik tepat.
Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.

Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.

b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.

c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.

d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.

e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.

f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.

g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis

h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.

i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.

j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.

k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.

l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

5. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

Di kutip dari situs : http://iwansain.wordpress.com/2007/08/31/asuhan-keperawatan-klien-dengan-tb-paru/